12.11.2006

ANTOLOLOGI PUISI DANHID I

KAU
kau
adalah kesedihanku
dari sekian malam yang tumpah
pada harapan asing menjalani waktu
yang tak ternilai batasnya
tak ternilai harganya

jalan jalan setapak ditimbuni
kelenggangan debu
terus diawasi matahari
menjalin kedalaman pada kenyataan
yang hidup di udara

kita tak lagi berjumpa untuk sekian lamanya
kita tak lagi terasing untuk beberapa saat lamanya
tapi kita selalu lupa mengatakan
‘tempat tak pernah cukup’

katanya kilauan segala berarti ada
tapi mengapa tak ada
kita mengecap masalah kita sendiri
mengejewantahkan ombak ketergantungan sesama

adakah perasaan itu
adakah ?


BEGINIKAH JADINYA
Adinda…
beginikah jadinya kita
setelah menelan pil percintaan
dua setengah tahun lamanya ?

membiarkan racun
menggerogoti jiwa
dan tambalan luka
dalam dada
tak terbuka ?

Adinda...
berapa harga yang kau punya
untuk sebuah cinta ?
berapa ?

haruskah kubayar ini semua
dengan nyawa ?
haruskah ?

tidak adinda ! tidak !
pelaminan menanti
di ujung masa

Adinda
mengapa kau potong lamunanku
menuju surga
mengapa kau injak puisiku
kelewat berani
mengapa kau gergaji papan asmaraku
hari ini

Adinda
mengapa hari ini kau kelewat berani ;
papan asmaraku kau potong jadi lamunan
dan puisi yang kutulis di atasnya kau injak-injak

Kau kelewat berani :
menghentikanku menuju surga
mengapa ?

25 April 2001


UDARA
udara yang sebegini
siapa yang peduli
pada keinginan-keinginan sendiri
pada kesibukan-kesibukan imajinasi

dalam hawa yang sebegini
mana ada keterpautan
antara keinginan itu lagi
pada mimpi-mimpi kita sendiri

angin saja tak menyeruku lagi
tak berhembus sampai pagi

ah rasa seperti ini
tak mengajakku berkencan lagi
tak mengajakku meraih mimpi

sampai pada hari jadi nanti
aku menemui kau
dalam masa tersendiri

16 April 2002


AKU TAK PERNAH
Aku tak pernah berjanji
pada siapapun wanita
tuk menikah

dengan ijin tuhan
kali ini aku berjanji
tuk menikahimu
tapi kapan ?

seorang wanita
manja, cantik,
indah, sopan
dan segalanya
dia itu milikku
untuk saat ini
untuk nanti ?

Aku ingin berjanji lagi bahwa
aku tidak akan menikahimu
jika aku tak mampu,
jika kau bosan padaku, jika aku tak mapan,
jika segalanya tak indah
menjadi berantakan dan kau
berlari bawa kekecewaan
sama seperti aku

jika saja tuhan pemurah, aku berjanji
kutanggung segala “dosamu”
Aku berjanji...


GORONG-GORONG HATIKU
Aku ingin bertemu
dengan kerinduan
yang nyata hadirkanmu
di sela tebalnya rindu

pada siapa kuberharap
untuk jumpai sifat manja itu
aku rindu

dari gorong-gorong yang sempit
hatiku menangis
ah... harumnya tubuhmu
menambah air matahatiku
mengalir tiada henti

aku ingin berjumpa


AKU INGIN
aku ingin menyaring lautan hatiku
kuambil sarinya
kuberi padamu

aku ingin memakan hijaunya dedaunan
kuraih zatnya
kutebar dihatimu

aku ingin kumemilikimu
kau memilikiku

dengan segarnya klorofil asmara
bersemayam pada cinta kita :
ketulusan hati
tiada paksa


BIARLAH
biarlah racun yang kau tanam
terus bergerak
tanpa pamit
mendekam dalam tubuhku
mengaliri bagian-bagiannya

hingga saatnya nanti
aku berubah jadi harimau
menerkam perlahan
segala persoalan
antara kita

Februari 2001


DOA TERAKHIR
kau dan aku
berjalanlah demi cinta
samudera hati tiada batas
tiada henti
berdoalah...

mari kasih
jika dunia tergenggam
dalam pelukan kita
semuanya takkkan tersisa
jiwa dan raga
mati bersama !!!

kau adalah aku
kita saling menjelma
kita saling berbagi
maka jadilah udara hangat
menyatu menyelimuti curiga

mari kasih
kujemput kau
di dasar lautan
kerinduan

28 Maret 2000


GELIATKU
geliatku menapaki surgamu
menempuh jalan dibumbui ragu
aku mataharimu
terbalut kesenjangan yang melagu
terseok-seok dari hari yang lalu

cintaku
beri aku jiwamu
biar gagap tak menjadi-jadi
biar janji tetap terbukti

cintaku
aku kehausan
sama sepertimu
aku kehilangan
sama sepertimu

cintaku
kapan waktu itu tiba
kapan cintaku
kapan

20 Januari 2002


HARI KETIGA BELAS
pada hari ketiga belas
kau masih disini
membuka pori-pori masa depan
lewat jalur bebas waktu :
ruang kosong tak bertiang

01 April 2001