1.27.2009

Kepuasan Kerja;teori-teori

TEORI KEPUASAN KERJA
oleh: Danang Hidayatullah

Berikut teori-teori tentang kepuasan kerja yang dimuat dalam Veitzal Rivai (2005:475-476), Sunyoto Munandar (354-357) dan Gouzali Saydam ( 245)
1. Teori Pertentangan/Ketidaksesuaian (Discprepancy Theory).
Teori dari Locke ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan membandingkan seberapa besar selisih antara sesuatu yang diharapkan seseorang dengan kenyataan yang ia terima atau dapatkan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan dua nilai: Pertama, pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan seorang individu dengan apa yang ia terima. Kedua, pentingnya apa yang diinginkan bagi individu. Menurut Locke seorang individu akan merasa puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang pribadi, tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginanya dan hasil-keluarannya. Contoh dari nilai yang pertama diatas adalah seseorang akan mendapatkan kepuasan yang lebih tinggi (lebih puas) jika hasil yang diterimanya melebihi dari ekspektasinya. Sedangkan untuk nilai kedua dicontohkan bahwa tambahan waktu libur akan menunjang kepuasan kerja seseorang yang menikmati waktu luang setelah bekerja, tetapi tidak akan menunjang kepuasan kerja seorang tenaga kerja lain yang merasa tidak dapat menikmati waktu luangnya, seperti halnya seorang yang kecanduan kerja (workaholic).
2. Model dari Kepuasan Bidang/Bagian (Facet Satisfaction)
Teori Kepuasan dari Lawler ini berkaitan erat dengan teori keadilan dari Adams. Menurut Lawler kepuasan seseorang sangat tergantung dari kesesuaian antara jumlah yang mereka persepsikan harus mereka terima dengan jumlah yang secara aktual mereka terima. Misalnya persepsi seorang pekerja terhadap gaji yang seharusnya ia terima berdasarkan unjuk-kerjanya dengan gaji yang sebenarnya ia peroleh. Jika gaji yang ia peroleh lebih besar dari apa yang ia persepsikan sebelumnya maka ia ia akan merasa salah dan tidak adil. Sebaliknya bila gaji yang didapatkan lebih rendah dari apa yang ia persepsikan sebelumnya, maka ia akan merasa tidak puas. Selanjutnya dijelaskan bahwa standar kesesuaian atau tidaknya apa yang mereka terima tergantung dari bagaimana persepsi mereka terhadap jumlah yang diterima pekerja lain dalam bidang yang sama sebagai pembandingnya. Selain itu standar kesesuaian yang diperoleh juga sangat tergantung kepada siapa yang dijadikan bahan perbandingannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar berikut:
Untuk menentukan tingkat kepuasan kerja, Lawler memberikan nilai bobot kepada setiap bidang sesuai dengan nilai pentingnya bagi individu, kemudian mengkombinasikan semua skor kepuasan bidang yang dibobot ke dalam satu skor total.
3. Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Process Theory)
Teori proses-bertentangan dari Landy ini menyatakan bahwa terdapat keseimbangan emosional pada diri seseorang saat seseorang itu memperoleh imbalan/ganjaran pada pekerjaan mereka. Dalam arti bahwa meskipun seseorang mendapakan imbalan sesuai dengan yang diharapkannya, tidak serta merta didominasi oleh rasa puas tetapi secara emosi masih berhubungan dengan rasa ketidakpuasan itu sendiri, meskipun mungkin dalam tingkat yang tidak signifikan. Emosi yang berlawanan tersebut meskipun lebih lemah, akan terus ada dalam jangka waktu yang lama. Digambarkan jika ada seseorang yang merasa terpenuhi kepuasan kerjanya dan kemudian ia merasa senang, maka pada suatu saat jika rasa senang itu menurun orang tersebut akan merasakan sedih sebelum kembali ke normal. Ini terjadi karena adanya emosi tidak senang (emosi berlawanan) yang tanpa sadar juga berlangsung dalam diri seseorang tersebut. Jadi dari apa yang dicontohkan diatas terlihat jelas bahwa manusia sebagai individu tanpa sadar telah mempertahankan keseimbangan emosional itu sendiri.
4. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori keadilan dari Adams ini mengemukakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan seseorang sangat tergantung pada keadilan yang tercipta terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaannya. Menurut teori ini komponen utama dalam teori ini adalah input, hasil, kedilan dan ketidakadilan. Input diartikan sebagai segala sesuatu yang mendukung terciptanya kompetensi dan kinerja seseorang dalam pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman serta keahlian yang dimiliki. Sedangkan hasil segala sesuatu yang berhubungan dengan materi (gaji, tunjangan, insentif, dan kompensasi lain), status, pengembangan diri, serta aktualisasi diri. Sejalan dengan model Lawler diatas, teori ini juga menggambarkan bahwa setiap karawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Jika pada kenyataannya perbandingan itu dianggap cukup adil maka akan timbul kepuasan begitupun sebaliknya jika dianggap tidak adil maka akan melahirkan ketidakpuasan. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang namun masih dianggap menguntungkan bagi karyawan maka yang timbul bisa kepuasan atau ketidakpuasan.
5. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)
Menurut teori yang dikemukakan Herzberg ini kepuasan kerja dan ketidak puasan kerja adalah hal yang berbeda. Kepusn dan ketidakpuasan kerja bukanlah suatu variabel yang kontinu. Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu:
a) Faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga satisfier/instrinsik motivation, yang tediri dari kepuasan kerja, kesempatan berpestasi, pengembangan karir, peluang untuk maju, serta pengakuan orang lain.
b) Faktor pemeliharaan (maintenance factor) yan disebut dengan disatisfier/extrinsic motivation, yang terdiri dari gaji, kondisi kerja, status, supervisi serta hubungan dengan rekan kerja.
Menurut Herzberg, faktor pemuas merupakan faktor pendorong yang berasal dari dalam diri seseorang untuk dapat berprestasi. Terpenuhinya faktor pemuas dapat menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Sementara itu faktor pemeliharan diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis seta kebutuhan dasar karyawan. Jika faktor ini tidak terpenuhi, maka akan timbul ketidakpuasan. Namun jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, seseorang tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan sepenuhnya. (Veitzal Rivai, 2005:466)

No comments: