1.27.2009

PENILAIAN KINERJA

PENILAIAN KINERJA
oleh:Danang Hidayatullah

Noe dkk. (2003:328) mengartikan penilaian kinerja sebagai “The process through which an organization gets information on how well an employee is doing his or her job.” Sejalan dengan pendapat diatas Hall menilai bahwa penilaian kinerja merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja anggota dan usaha untuk memperbaiki unjuk kerja anggota dalam organisasi (Yaslis Ilyas, 2002:87). Sementata itu secara lebih rinci Veitzal Rivai (2005:309) mengutarakan bahwa penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil termasuk tingkat ketidakhadiran. Pendapat diatas ditegaskan oleh A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2006:10) yang mengartikan penilaian kinerja sebagai penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi.
Dari beberapa pendapat diatas maka dengan demikian penilaian kinerja dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kegiatan formal yang dilakukan perusahaan secara berkesinambungan melalui tahapan proses yang harus dilalui untuk memperoleh informasi tentang kualitas kerja seseorang dibandingkan dengan standar kerja yang ada, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan serta berfungsi sebagai alat evaluasi yang berguna baik bagi perusahaan (dalam pengambilan keputusan) maupun karyawan (sebagai refleksi kerja).
H. John Bernardin (2003:102) mengemukakan bahwa penilaian kinerja telah menjadi alat evaluasi yang penting bagi banyak organisasi dalam mengelola dan merubah kinerja pegawai, menempatkan karyawan pada posisi yang tepat serta membantu efektifitas perusahaan baik dalam hal pelayanan konsumen maupun peningkatan produk. Oleh karena itu menurutnya, dalam menentukan sistem penilaian hendaknya semua pihak (manajemen perusahaan, karyawan, bagian personalia, bahkan pelanggan sekalipun) hendaknya dilibatkan.
Keterlibatan semua pihak seperti yang diungkapkan Bernardin diatas dapat dipahami secara logika, mengingat beberapa hal berikut: Pertama, pentingnya kerjasama semua pihak dalam mewujudkan pencapaian kinerja karyawan dikarenakan output nya akan berimbas pada kinerja perusahaan secara umum. Kedua, perlu adanya rasionalisasi dan sinkronisasi antara apa yang hendak dicapai (standar kerja) dengan kemampuan yang dimiliki karyawan. Ketiga, mengukur seberapa besar tingkat kepuasan yang diperoleh semua pihak atas pencapaian kinerja yang telah dilakukan. Keempat, merumuskan bersama langkah-langkah apa yang dianggap tepat jika terdapat ketidakseimbangan input-proses maupun output dalam hal penilaian kinerja. Kelima, membudayakan komunikasi aktif dan sikap saling menghargai dengan memandang karyawan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perusahaan, bukan sekedar pekerja pasif yang tidak memiliki hak bicara.
Mengenai pentingnya komunikasi, kerjasama, saling memahami serta kekraban yang harus dibangun oleh semua pihak yang terlibat dalam rangka penilaian kinerja ini, didukung kuat oleh John F. Bache dalam A.Dale Timpe (1992:240) dimana ia menyatakan kurang sependapat dengan para ahli yang menyebut kegiatan menilai kinerja karyawan dengan kata-kata “Performance Appraisal” maupun “Performance Evaluation”. Menurutnya kata ‘penilaian’ maupun ‘evaluasi’ kuranglah tepat karena jika menekankan hanya sebatas penilaian, kita tidak akan dapat berbuat semaksimal mungkin untuk memperbaiki kinerja. Padahal menurutnya, tanggungjawab utama seorang manajer adalah membantu karyawannya berprestasi lebih baik. Sehingga cara yang lebih realistis adalah dengan mendiskusikan dan mengkaji bersama apa yang dirasakan karyawan serta hal yang berkaitan lainnya.
Pandangan tersebut sangat logis dan realistis mengingat pentingnya menjunjung nilai-nilai yang lebih demokratis dalam lingkungan perusahaan. Manajemen tidak lagi akan dianggap sebagai sosok yang superior maupun otoriter karena karyawan juga dianggap memiliki kesempatan untuk berkolaborasi dalam hal menentukan indikator-indikator pencapaian kinerja yang sejalan dengan sasaran yang akan dicapai. Dengan menekankan penilaian pada proses dan bukan hanya hasil semata, karyawan akan merasa dilibatkan secara emosional dan merasa lebih dihargai. Dampak positifnya, karyawan akan lebih bebas dalam mengungkapkan keberhasilannya dalam melakukan suatu pekerjaan. Karyawan juga dapat menilai dirinya sendiri tentang apa yang telah dikerjakan, sebesar apa usaha yang telah dilakukan, bagaimana pencapaiannya, apa langkah yang harus dilakukan selanjutnya, serta mengkorelasikan hasil yang dicapai dengan tujuan maupun sasaran yang telah ditetapkan bersama sebelumnya.
Dengan begitu sistem penilaian yang baik diharapkan akan tercipta dan dapat memuaskan semua pihak. Sistem penilaian kinerja yang baik ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Veitzal Rivai (2005:321) yang berpendapat bahwa sistem penilaian yang baik sangat tergantung pada persiapan yang baik dan memenuhi beberapa syarat berikut, yaitu bersifat praktis, memiliki standar kinerja yang jelas serta berisi kriteria yang objektif.
Selain hal diatas, Yaslis Ilyas (2002:88) juga menyebutkan ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam rangka penilaian kinerja antara lain faktor pengamatan sebagai bagian dari proses menilai perilaku karyawan, faktor ukuran yang akan digunakan untuk mengukur kinerja yang dicapai serta faktor pengembangan yang berfungsi sebagai motivasi dan timbal balik atas apa yang telah dilakukan karyawan.
Selanjutnya Yaslis Ilyas (2002:92) juga mengungkapkan bahwa ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan penilaian kinerja yang merupakan konsep dasar dari penilaian kinerja, yang mencakup:
1) Memenuhi manfaat penilaian dan pengembangan
2) Mengukur atau menilai berdasarkan perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan.
3) Merupakan dokumen legal
4) Merupakan proses formal dan nonformal.

Adapun mengenai metode yang digunakan dalam penilaian kinerja, Veitzal Rivai (2005:324) menyebutkan dua metode berikut yang lazim digunakan, yaitu:
a) Metode Penilaian Berorientasi Masa Lalu, yang menitikberatkan pada prestasi kinerja karyawan di masa lalu. Teknik-teknik yang biasa digunakan dalam metode ini antara lain: Rating Scale, Checklist, metode dengan pilihan terarah, metote peristiwa krisis, metode catatan prestasi, Field Review Method, Performance Test and Observation an Comparative Evaluation Approach.
b) Metode Penilaian Berorientasi Masa Depan, yang lebih berorientasi pada bagaimana mengidentifikasi aspek-aspek perilaku karyawan pada masa yang akan datang, tantangan serta peluang yang dimiliki sehingga memungkinkan untuk diadakannya persiapan yang lebih matang dalam rangka meningkatkan keterampilan dan kemampuan karyawan. Teknik yang bias digunakan antara lain Self Appraisal, Management By Objective dan penilaian secara psikologis.

No comments: