12.12.2012

SYUKUR YANG ARTIFISIAL

oleh: Danang Hidayatullah
Maslow pernah mengemukakan bahwa terpenuhinya kebutuhan seseorang bukan berarti berhentinya keinginan.
Apa yang diungkapkan Maslow ini sangatlah rasional.
Banyak orang mengeluh karena kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Alasan inilah yang paling sering dijadikan tameng untuk berkeluh kesah, mengadu, bahkan jika tertangkap basah melakukan tindak kriminal.
Kepuasan akan terpenuhinya kebutuhan seseorang telah otomatis menduduki rangking pertama bagi kebanyakan orang. Terpenuhinya kebutuhan seseorang mendatangkan kebahagiaan tersendiri.
Fantastisnya,kebahagiaan yang datang itu bisa dianggap sebagai dewa penyelamat identitas, status bahkan lebih dalam lagi, integritas seseorang. Kebahagiaan yang bersumber dari hal tersebut diatas tentulah tidak bersifat abadi. Kebutuhan akan meningkat dan belum tentu diiringi dengan peningkatan pendapatan pula.
Ketika jurang antara minimnya pendapatan dan kebutuhan yang meningkat hadir kembali, dipastikan kebahagiaan yang tadinya didewakan akan meleleh perlahan tapi pasti. Dalam kasus lain dimana pendapatan meningkat tajam dan terpenuhinya semua kebutuhan, tapi keinginan lain yang lebih pragmatis tiba-tiba menghantui.
Keinginan-keinginan ini hadir seiring ego, nafsu, ataupun virus rasa ingin memiliki apa yang telah dimiliki orang lain. Bayangan bayangan ini sejatinya melunturkan kebahagiaan yang sedang dinikmati. Dengan kata lain, orang tetap tidak akan pernah bahagia selama tidak bisa mengendalikan keinginan keinginan berlebih itu.
Dengan demikian, mengapa kita tidak menikmati saja apa yang kita miliki saat ini supaya kita tetap bahagia?dan biarkan segala yang berlebih itu kita kembalikan pada Tuhan? Begitu ungkap dramawan WS Rendra demi menghindari syukur yang artifisial belaka.

No comments: